(Karya: Erwin Hartono)
Visualisasi
Puisi: Renungan Natal
Seorang teman pernah bertanya,
bolehkah saya merayakan Natal? Saya termenung sejenak, karena tidak mau
langsung mengiyakan atau melarang. Di hati saya berkecamuk jawaban apa yang
mesti saya berikan. Saya tahu di kelas saya ada pemeluk agama lain. Jawaban
saya pasti tidak akan menyesatkan dan memaksakan.
Saya katakan kepada teman itu,
kalau memang kamu mau merayakan Natal, sangat boleh, sebab siapa pun yang
merayakan Natal, itu berarti merayakan kelahiran Kristus, dari agama apapun
boleh, sebab Kristus lahir untuk semua orang yang percaya tanpa membatasi
agama, suku dan antar golongan.
Saya
buat ilustrasi tentang kelahiran salah seorang teman bernama Qislin Eng. Kita merayakan
kelahiran Qislin Eng dari
agama dan suku yang berbeda-beda. Semua manusia boleh rayakan kelahiran Qislin Eng. Nah Tuhan Yesus lahir
ke dunia menjadi manusia, itulah ajaibnya Yesus, semua orang boleh
merayakannya.
Ketika gempa guncang Palu dan Donggala
Persaudaraan kita timbul
Persatuan kita muncul
Untuk saling membantu
Tanpa membeda-beda
Tetapi sayang
Ketika kedamaian dan kenyamanan
Menghampiri kita
Kembali kita terusik oleh perbedaan
Rajutan persaudaraan itu pecah
Untaian persatuan itu hancur
Inilah duniaku yang semakin
tua
Disinggahi manusia dari macam dosa
Yang selalu berpikir tentang harga-harga
Bermacam iri dan dengki
Bermacam emosi dan marah-marah
Bermacam kejahatan dan makian
Bermacam teror dan pembunuhan
Bermacam judi, asusila dan minuman keras
Hingga sampai tanda-tanda akhir zaman
Peperangan di mana-mana
Penyakit dan bencana silih berganti
Alam yang murka dengan amuknya
Bagai hiasan di depan mata kita
Belumkah pintu tobat kita dirikan?
Kita masih saja asyik dengan kefanaan
Dengan uang hasil korupsi
Tidak menjadi menakutkan
Kita masih saja menikmati
Hasil kejahatan dan tipu muslihat
Tidak menjadi menakutkan
Kita masih saja mengeluarkan carutan dan makian
Hasil perkataan setiap saat
Tidak menjadi menakutkan
Kita juga masih mengeluarkan kata bohong
Hasil olahan dan tipuan pikiran
Tidak menjadi menakutkan
Oh....dunia yang semakin renta
Begitu mudahnya berbohong
Begitu gampangnya memaki
Begitu lancarnya memfitnah
Begitu sederhananya menghakimi
Semua jadi langganan di hidup ini
Oh....bumi yang fana
Dengan tawaran yang mengasyikkan
Dengan kesenangan judi dan minuman keras
Dengan uang haram yang jadi halal
Dengan nikmatnya godaan dunia
Oh....hidup yang semakin berat
Dengan beban ekonomi yang
bergejolak
Rupiah semakin hancur lebur
Harga-harga melambung tinggi
Dengan beban biaya pendidikan
Dengan beban harga sebuah kesehatan
Kita tersayat-sayat oleh beban duniawi
Dunia, di mana-mana
Di seluruh kolong langit
Di setiap sudut
Damai tidak bisa lahir dari manusia biasa
Damai tidak hanya asal diucapkan
Damai tidak jadi santapan politik
Damai tidak jadi perkataan pejabat
Sesungguhnya banyak perkataan damai terlontar
Hanya terlontar
Hanya terlontar
Damai terlontar dikumpulan sampah-sampah
Ditumpukan kertas-kertas
Damai hanya terlontar ditumpukan kata-kata
Dikumpulan kalimat-kalimat
Diuntaian paragraf-pagraf yang indah
Sekarang tanya hatimu....
Sekarang tanya dirimu...
Sekarang tanya pikiranmu....
Damai yang sesungguhnya
Sedang kita rayakan saat ini
Di palungan telah lahir
Raja pembawa damai sesungguhnya
Yang layakkan kita untuk diselamatkan
Raja pembawa kasih
Yang layakkan kita duduk di sisi-Nya
Damai Natal, sebuah ranungan
Untuk kita bungkus dan bawa pulang.
Pekanbaru, 23 Oktober 2018
Komentar
Posting Komentar