(Penulis: Erwin Hartono)
Pentingnya pendidikan sebagai sebuah konsep yang perlu ditanamkan pada anak-anak sejak usia dini. Mereka perlu diberitahu bahwa pendidikan bukan hanya berarti pengetahuan atau hanya mengenal buku dan tulisan atau hal-hal belajar dengan hafalan dan juga berhitung tetapi memegang makna yang jauh lebih dalam.
Ini berarti membuka pikiran untuk mempelajari hal-hal baru dan mengejar pilihan yang berbeda. Bukan malah melirik ke hal yang lama atau itu-itu saja, sebab pendidikan itu sangat berkembang seirama dengan kemajuan zaman.
Seorang tenaga pendidik dengan konsep hanya buku sebagai sumber pembelajaran atau pegangannya tentu sangat ketinggalan zaman. Pendidik tidak bisa lagi hanya menyampaikan materi dari satu sumber buku semata.
Cakupan buku saja untuk dunia pendidikan saat ini sangatlah tidak memadai. Apalagi perkembangan cetakan buku sangat lamban dibandingkan dengan cakrawala ilmu yang semakin hari semakin laju berkembangnya.
Mau tidak mau, peningkatan mutu guru dalam mempersiapkan bahan pembelajaran yang berkembang sangat dibutuhkan. Guru harus mampu memperkaya wawasan bukan hanya dari sumber buku bacaan di sekolah saja melainkan juga dari bahan lainnya. Kalau tidak demikian niscaya pendidikan akan jalan di tempat. Bahkan apa yang diajarkan guru dengan yang diterima anak di rumah dan lingkungannya tidak seiring.
Hal inilah yang membuat pemerintah dengan dunia politiknya, mempolitisir dunia pendidikan yang berkedok kurikulum. Lagi-lagi demi kepentingan politik atau demi kepentingan lain mengorbankan "dunia pendidikan."
Indonesia merupakan negeri yang selalu senang gonta ganti kurikulumnya. Sehingga membuat ketidakpastian. Ketidakpastian pengambil kebijakan dalam melahirkan kurikulum membuat pelajar dan tenaga pendidik menjadi bingung.
Selain kebingungan itu, kalau dipikir-pikir dana untuk mempersiapkan sebuah kurikulum tidaklah sedikit. Misalnya saja kurikulum 2013 yang kontroversi itu. Berapa dana yang dihabiskan untuk mempersiapkan tenaga pendidik untuk dapat menerapkan kurikulum ini?
Berbagai pelatihan dan diklat yang memakan biaya bukan sedikit itu ternyata akhirnya tidak jadi diterapkan. Belum lagi dana pembuatan buku pelajaran yang disesuaikan dengan kurikulum yang akan diberlakukan. Berapa dana yang dikeluarkan untuk mempersiapkan buku, mulai dari pengumpulan bahan hingga buku siap untuk dicetak.
Tidak sampai di sini, masalah penenderan cetak buku sesuai dengan kurikulum yang akan diberlakukan juga bermuatan politik. Akibatnya terjadi bagi-bagi upeti atas pemenang tender pencetakan buku kurikulum yang akan diberlakukan.
Bayangkan saja, penerapan Kurikulum 2013 sedikitnya menelan biaya Rp 6 triliun. Dana yang cukup fantastis. Namun, biaya yang besar belum diikuti dengan mulusnya pelaksanaan kurikulum baru itu di lapangan.
Sebenarnya kalau ada niat baik pemerintah di dalam menata kurikulum tidak harus mengubah secara total, melainkan merevisi dan menambah kebaruan materi dalam kurikulum kita.
Tidak ada guna mengubah kurikulum, sebab bukan karena kurikulumnya yang salah, melainkan lebih pada Sumber Daya Manusia (SDM), tenaga pendidiklah yang kurang, termasuk juga keberadaan fasilitas penunjang berupa fasilitas modern dan prasarana pendukung lainnya di dalam dunia pendidikan.
Sebagai contoh, ada sebuah sekolah di Pekanbaru, di mana para gurunya yang terus dipacu untuk mengikuti perkembangan zaman. Di sekolah ini para guru harus mengusai teknologi komputer dengan fasilitas internet.
Seluruh guru diwajibkan membuat bahan pembelajaran yang berkembang dengan memanfaatkan teknologi internet. Fasilitas teknologi komputer yang disediakan sekolah sangat menunjang guru untuk berkolaborasi dengan kemajuan zaman. Pendidikan yang diselenggarakan pun ikut berkembang. Guru tidak lagi fokus pada buku pegangan yang sangat miskin ide dan gagasan sebuah ilmu.
Apalagi saat ini, perkembangan siswa dengan teknologi yang cukup cepat harus diimbangi guru, kalau tidak mau guru tersebut ketinggalan zaman atau gagap teknologi.
Dengan teknologi di tangannya, selain guru dapat mengases berbagai ilmu yang berkembang dengan cepat juga mampu membuat bahan pembelajaran yang lebih menarik.
Misalnya saja, kalau dulu guru membacakan cerita rakyat kepada siswanya dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Sekarang dengan memanfaatkan internet, guru mampu menayangkan cerita rakyat tersebut kepada siswa. Atau bahkan siswa diajak untuk membuat cerita rakyat dengan membuat animasinya dengan memanfaatkan teknologi yang tentu lebih mengairahkan anak zaman sekarang dalam belajar.
Kalau dulu pelajaran drama dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia hanya diajarkan dan diberikan materi naskah drama yang dihafalkan atau diperankan anak-anak atau bahkan menjawab soal-soal yang berkaitan dengan drama tersebut, tentulah ini hal yang membosankan dan sudah ketinggalan.
Dengan memanfaatkan tekonologi, anak diajak menjadi sutradara drama dengan memanfaatkan kamera sederhana yang dimilikinya, termasuk kamera telepon genggam atau HP. Setelah anak menyutradarai sebuah drama dengan sekaligus dibuat rekaman ala film sesunggunya dan ditayangkan serta dikomentari secara bersama-sama terhadap hasil video drama yang direkamnya tersebut tentu lebih menarik.
Gonta Ganti Bukan Solusi
Kembali kita mengenang kurikulum yang gonta-ganti. Pertanyaannya, perlukah kurikulum digonta-ganti? Jawabannya tentu tidak, tetapi kurikulum yang ada harus diperkaya terus.
Memperkaya kurikulum tidaklah memboroskan dana seperti halnya mengganti kurikulum itu sendiri. Kalau kita bijak dan peduli dengan pendidikan hendaknya mengacu pada memperkaya kurikulum yang sudah ada.
Misalnya dengan memperkaya kurikulum dengan pendidikan lapangan atau praktek langsung (belajar di tengah-tengah masyarakat). Pendidikan tidak bisa tetap terbatas pada buku dan ruang kelas saja.
Buku tidak lagi sebagai media yang paling penting dan menjadi keharusan. Para pelajar sekarang sudah sangat berkembang dengan kemajuan zaman.
Selain sumber-sumber buku, perlu dipikirkan pengenalan lapangan alias kenyataan hidup. Ini tentu tidak harus mengubah kurikulum. Cukup menambah atau menyelibkan materi pengenalan langsung ke lapangan tentang sebuah pembelajaran.
Tidak repot mengubah kurikulum menjadi kurikulum lain. Memperkenalkan kenyataan atau lapangan sebenarnya pada siswa memang baik. Hal ini bisa dilakukan dengan menambah kurikulum yang sudah ada tanpa harus mengubah atau menggantinya.
Siswa saat ini tidak lagi betah belajar di kelas sebab dipandang sangat membosankan. sebagai gantinya beberapa materi pelajaran harus dibawa ke lingkungannya sehingga para siswa bisa melakukan praktik seperti yang sesungguhnya. Semoga ke depan para pengambil kebijakan di bidang pendidikan tidak lagi suka mengonta ganti kurikulum.***
* Erwin Hartono, Jurnalis dan Praktisi Pendidikan
Pentingnya pendidikan sebagai sebuah konsep yang perlu ditanamkan pada anak-anak sejak usia dini. Mereka perlu diberitahu bahwa pendidikan bukan hanya berarti pengetahuan atau hanya mengenal buku dan tulisan atau hal-hal belajar dengan hafalan dan juga berhitung tetapi memegang makna yang jauh lebih dalam.
Ini berarti membuka pikiran untuk mempelajari hal-hal baru dan mengejar pilihan yang berbeda. Bukan malah melirik ke hal yang lama atau itu-itu saja, sebab pendidikan itu sangat berkembang seirama dengan kemajuan zaman.
Seorang tenaga pendidik dengan konsep hanya buku sebagai sumber pembelajaran atau pegangannya tentu sangat ketinggalan zaman. Pendidik tidak bisa lagi hanya menyampaikan materi dari satu sumber buku semata.
Cakupan buku saja untuk dunia pendidikan saat ini sangatlah tidak memadai. Apalagi perkembangan cetakan buku sangat lamban dibandingkan dengan cakrawala ilmu yang semakin hari semakin laju berkembangnya.
Mau tidak mau, peningkatan mutu guru dalam mempersiapkan bahan pembelajaran yang berkembang sangat dibutuhkan. Guru harus mampu memperkaya wawasan bukan hanya dari sumber buku bacaan di sekolah saja melainkan juga dari bahan lainnya. Kalau tidak demikian niscaya pendidikan akan jalan di tempat. Bahkan apa yang diajarkan guru dengan yang diterima anak di rumah dan lingkungannya tidak seiring.
Hal inilah yang membuat pemerintah dengan dunia politiknya, mempolitisir dunia pendidikan yang berkedok kurikulum. Lagi-lagi demi kepentingan politik atau demi kepentingan lain mengorbankan "dunia pendidikan."
Indonesia merupakan negeri yang selalu senang gonta ganti kurikulumnya. Sehingga membuat ketidakpastian. Ketidakpastian pengambil kebijakan dalam melahirkan kurikulum membuat pelajar dan tenaga pendidik menjadi bingung.
Selain kebingungan itu, kalau dipikir-pikir dana untuk mempersiapkan sebuah kurikulum tidaklah sedikit. Misalnya saja kurikulum 2013 yang kontroversi itu. Berapa dana yang dihabiskan untuk mempersiapkan tenaga pendidik untuk dapat menerapkan kurikulum ini?
Berbagai pelatihan dan diklat yang memakan biaya bukan sedikit itu ternyata akhirnya tidak jadi diterapkan. Belum lagi dana pembuatan buku pelajaran yang disesuaikan dengan kurikulum yang akan diberlakukan. Berapa dana yang dikeluarkan untuk mempersiapkan buku, mulai dari pengumpulan bahan hingga buku siap untuk dicetak.
Tidak sampai di sini, masalah penenderan cetak buku sesuai dengan kurikulum yang akan diberlakukan juga bermuatan politik. Akibatnya terjadi bagi-bagi upeti atas pemenang tender pencetakan buku kurikulum yang akan diberlakukan.
Bayangkan saja, penerapan Kurikulum 2013 sedikitnya menelan biaya Rp 6 triliun. Dana yang cukup fantastis. Namun, biaya yang besar belum diikuti dengan mulusnya pelaksanaan kurikulum baru itu di lapangan.
Sebenarnya kalau ada niat baik pemerintah di dalam menata kurikulum tidak harus mengubah secara total, melainkan merevisi dan menambah kebaruan materi dalam kurikulum kita.
Tidak ada guna mengubah kurikulum, sebab bukan karena kurikulumnya yang salah, melainkan lebih pada Sumber Daya Manusia (SDM), tenaga pendidiklah yang kurang, termasuk juga keberadaan fasilitas penunjang berupa fasilitas modern dan prasarana pendukung lainnya di dalam dunia pendidikan.
Sebagai contoh, ada sebuah sekolah di Pekanbaru, di mana para gurunya yang terus dipacu untuk mengikuti perkembangan zaman. Di sekolah ini para guru harus mengusai teknologi komputer dengan fasilitas internet.
Seluruh guru diwajibkan membuat bahan pembelajaran yang berkembang dengan memanfaatkan teknologi internet. Fasilitas teknologi komputer yang disediakan sekolah sangat menunjang guru untuk berkolaborasi dengan kemajuan zaman. Pendidikan yang diselenggarakan pun ikut berkembang. Guru tidak lagi fokus pada buku pegangan yang sangat miskin ide dan gagasan sebuah ilmu.
Apalagi saat ini, perkembangan siswa dengan teknologi yang cukup cepat harus diimbangi guru, kalau tidak mau guru tersebut ketinggalan zaman atau gagap teknologi.
Dengan teknologi di tangannya, selain guru dapat mengases berbagai ilmu yang berkembang dengan cepat juga mampu membuat bahan pembelajaran yang lebih menarik.
Misalnya saja, kalau dulu guru membacakan cerita rakyat kepada siswanya dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Sekarang dengan memanfaatkan internet, guru mampu menayangkan cerita rakyat tersebut kepada siswa. Atau bahkan siswa diajak untuk membuat cerita rakyat dengan membuat animasinya dengan memanfaatkan teknologi yang tentu lebih mengairahkan anak zaman sekarang dalam belajar.
Kalau dulu pelajaran drama dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia hanya diajarkan dan diberikan materi naskah drama yang dihafalkan atau diperankan anak-anak atau bahkan menjawab soal-soal yang berkaitan dengan drama tersebut, tentulah ini hal yang membosankan dan sudah ketinggalan.
Dengan memanfaatkan tekonologi, anak diajak menjadi sutradara drama dengan memanfaatkan kamera sederhana yang dimilikinya, termasuk kamera telepon genggam atau HP. Setelah anak menyutradarai sebuah drama dengan sekaligus dibuat rekaman ala film sesunggunya dan ditayangkan serta dikomentari secara bersama-sama terhadap hasil video drama yang direkamnya tersebut tentu lebih menarik.
Gonta Ganti Bukan Solusi
Kembali kita mengenang kurikulum yang gonta-ganti. Pertanyaannya, perlukah kurikulum digonta-ganti? Jawabannya tentu tidak, tetapi kurikulum yang ada harus diperkaya terus.
Memperkaya kurikulum tidaklah memboroskan dana seperti halnya mengganti kurikulum itu sendiri. Kalau kita bijak dan peduli dengan pendidikan hendaknya mengacu pada memperkaya kurikulum yang sudah ada.
Misalnya dengan memperkaya kurikulum dengan pendidikan lapangan atau praktek langsung (belajar di tengah-tengah masyarakat). Pendidikan tidak bisa tetap terbatas pada buku dan ruang kelas saja.
Buku tidak lagi sebagai media yang paling penting dan menjadi keharusan. Para pelajar sekarang sudah sangat berkembang dengan kemajuan zaman.
Selain sumber-sumber buku, perlu dipikirkan pengenalan lapangan alias kenyataan hidup. Ini tentu tidak harus mengubah kurikulum. Cukup menambah atau menyelibkan materi pengenalan langsung ke lapangan tentang sebuah pembelajaran.
Tidak repot mengubah kurikulum menjadi kurikulum lain. Memperkenalkan kenyataan atau lapangan sebenarnya pada siswa memang baik. Hal ini bisa dilakukan dengan menambah kurikulum yang sudah ada tanpa harus mengubah atau menggantinya.
Siswa saat ini tidak lagi betah belajar di kelas sebab dipandang sangat membosankan. sebagai gantinya beberapa materi pelajaran harus dibawa ke lingkungannya sehingga para siswa bisa melakukan praktik seperti yang sesungguhnya. Semoga ke depan para pengambil kebijakan di bidang pendidikan tidak lagi suka mengonta ganti kurikulum.***
* Erwin Hartono, Jurnalis dan Praktisi Pendidikan
Komentar
Posting Komentar