Kesempurnaan dan Terpandang
Lukas 22:26-26 “Tetapi kamu tidaklah demikian, melainkan yang terbesar di antara kamu hendaklah menjadi sebagai yang paling muda dan pemimpin sebagai pelayan. Sebab siapakah yang lebih besar; yang duduk makan atau yang melayani? Bukankah dia yang duduk makan? Tetapi Aku ada di tengah-tengah kamu sebagai pelayan.”
Tugas seorang pelayan pantas untuk kita tiru. Coba kita perhatikan pelayan di restoran atau hotel. Mereka berusaha memberikan pelayanan yang memuaskan konsumen. Keramahan dan kesopan-santunan ditebarkan pelayan.
Segala keperluan konsumennya dipenuhi. Para pelayan ini tidak mau konsumennya kecewa. Mereka mementingkan kepuasan konsumen. Cara melayani yang diberikan pelayan restoran ini begitu sempurnanya agar konsumennya itu menjadi pelanggan yang setia.
Upah pelayanan itu memberikan manfaat besar bagi hidupnya. Demikian juga bila kita melayani Tuhan dalam hidup kita. Melayani teman dan sahabat-sahabat kita di dalam memberitakan firman dan kebenaran Tuhan. Upah pelayanan kita khusus ditempatkan di surga. Surga yang spesial menjadi tempat pelayan yang sesungguhnya.
Pelayanan yang sesungguhnya bukan untuk dilayani tetapi untuk sungguh-sungguh melayani. Untuk sungguh-sungguh memberikan tenaga dan perhatiannya kepada yang dilayaninya. Pelayan, tidak sombong dan tidak pernah menyombongkan dan membanggakan diri. Dia tidak pernah membesar-besarkan diri atas layanannya.
Pelayanan yang sempurna sebenarnya tidak membeda-bedakan orang yang dilayaninya. Pelayan yang ideal sangat diperlukan dunia ini. Kepuasan orang yang dilayani menjadi nilai ukur keberhasilan pelayanan. Pertanyaan kita, apakah kita sudah puas dengan pelayanan di gereja kita masing-masing? Apakah kita juga sudah menjadi pelayan yang benar di dalam hidup kita? Apakah kita sudah menjadi pelayan yang sempurna?
Kesempurnaan membawa martabat yang membuat kita menjadi terpandang. Kesempurnaan, martabat dan harga diri atau terpadang menjadi impian semua orang. Hidup yang sempurna sudah menjadi idaman, sebab tidak ada seorang pun yang mau terlahir cacat fisik dan tidak seorang pun yang ingin hidupnya tercoreng hanya karena perbuatan yang tidak benar. Martabat menjadi sebuah yang dijunjung tinggi, setinggi harga diri yang tak bisa dibeli.
Manusia yang menginginkan kesempurnaan hidup selalu mendapatkan rintangan dan cobaan. Sebab Tuhan sajalah yang memiliki kesempurnaan. Sementara manusia lebih banyak dikuasai hawa nafsu yang tidak pernah puas sehingga kesempurnaan hidup begitu jauh untuk diraih.
Sedangkan banyak orang yang menghendaki memiliki dan mendapatkan martabat yang tinggi, baik di tengah-tengah keluarganya maupun di lingkungan masyarakatnya. Martabat yang tinggi tidak lepas dari segala pekerjaan yang mampu mengangkat martabat dan harga diri. Sehingga menjadi pejabat, menjadi bupati, walikota, gubernur, menteri dan presiden dianggap menjadi sebuah yang mampu mengangkat derajat dan harga diri.
Betapa orang banyak berlomba-lomba ingin menjadi pejabat agar dia dihormati dan dihargai di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat. Orang-orang yang berduitlah yang dihargai dan bermartabat tinggi. Sehingga tidak salah bila segala cara dilakukan untuk mendapatkan kedudukan yang tinggi.
Korupsi dan melakukan perbuatan curang menjadi senjata andalan mencari martabat yang tinggi. Sebab kalau hanya mengharapkan gaji saja tentunya sulit untuk sampai ke puncak. Manusia banyak yang beranggapan bahwa dengan banyak uang dan harta membuat dia dihormati dan dihargai. Kesempurnaan hidup selalu diukur dari berapa banyak uang dan harta yang kita kumpulkan. Semakin banyak harta benda yang kita miliki, kita anggap semakin dekatlah kesempurnaan itu.
Susungguhnya hal ini adalah salah. Sebab ukuran harta duniawi sifatnya sementara. Manusia sepanjang hidup yang diberikan Tuhan tidak diperkenankan membawa segala harta benda yang membuatnya bermartabat dan memiliki harga diri itu sampai ke dalam kubur. Kesempurnaan memiliki harta benda hanya sebatas “bibir kuburan.”
Sebagai seorang siswa sekolah, orang tua menginginkan kesempurnaan hasil belajar si anak. Orang tua akan merasa puas dan bangga bila anaknya berprestasi di sekolah. Berbagai cara guna meningkatkan kualitas belajar anak pun dilakukan hanya demi sebuah kesempurnaan.
Ketika seorang ibu mempersiapkan makanan buat keluarganya, si ibu akan memasaknya dengan sungguh-sungguh hanya demi sebuah kesempurnaan rasa makanan. Si ibu menginginkan makanan yang dibuatnya itu berkualitas dan disenangi seluruh keluarga. Bila ini sudah tercapai si ibu akan merasa puas. Dia akan beranggapan masakan yang dibuatnya sudah sempurna.
Makanya, orang yang sempurna dan terpadang memiliki banyak keuntungan. Orang terpadang biasanya memiliki pengaruh di lingkungannya. Pengaruh yang dimiliki orang terpadang biasanya pengaruh positif.
Kisah Para Rasul 15:22 “Maka rasul-rasul dan penatua-penatua beserta seluruh jemaat itu mengambil keputusan untuk memilih dari antara mereka beberapa orang yang akan diutus ke Antiokhia bersama-sama dengan Paulus dan Barnabas dan Silas. Keduanya adalah orang-orang terpandang di antara saudara-saudara itu.
Namun orang terpadang tidak mesti kaya, miskin pun bisa menjadi orang terpadang yang memiliki harga diri dan kehormatan, asalkan sikap hidup kita bijaksana dan benar sebab kita juga akan disegani dan dihormati orang.
Kita harus ingat bahwa manusia tidak ada yang sempurna. Kesempurnaan hanya bisa kita dapatkan bila hidup di jalan Tuhan. Kesempurnaan adalah penggenapan kita di dalam menjalankan firman Tuhan.
Sebagai anak-anak Tuhan sudah sepantasnya kita mencari kesempurnaan hidup di jalan Tuhan. Kepuasan untuk memperoleh hidup terpandang menjadi harapan kita. Jadilah hidup terpadang di tengah-tengah manusia dan Tuhan bukan karena kedudukan dan jabatan melainkan karena kearifan dan kesetiaan kita hidup di jalan yang Tuhan berikan lewat firman-Nya yang sempurna. Selamat hari Minggu dan Tuhan memberkati. ***
Erwin Hartono, S.Pd
(Guru di Yayasan Pendidikan Kristen Kalam Kudus Pekanbaru
dan Anggota Jemaat HKBP Sukajadi)
Komentar
Posting Komentar