Kehormatan
Matius 10:22 “Dan kamu akan dibenci semua orang oleh karena nama-Ku; tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat.”
Terkadang perbuatan baik tidak selamanya menyenangkan orang lain. Terkadang membantu orang yang menderita tidak selalu mendatangkan keuntungan bahkan hanya akan merugikan diri saja. Ketidaktulusan kita, membuat kita tidak mampu bertahan dalam arus penderitaan dan siksaan hidup.
Banyak orang menginginkan kesenangan dan menjadi terhormat. Hidup terhormat diidentikkan dengan banyak harta dan kemudahan dalam segala hal. Kehormatan bisa membuat hidup kita senang dan bahagia. Jadi orang terhormat menjadi idaman. Jadi orang terhormat membuat segalanya menjadi mudah.
Ketika kita di sebuah acara atau pesta menjadi orang terhormat tentu beragam kesenangan ditawarkan pada kita, mulai dari tempat duduk yang paling depan dan biasanya dibuat terbatas. Kemudian terhidang makanan yang lebih enak dan berkelas dibandingkan di tempat orang yang tidak terhormat.
Selain itu, kita juga dilayani dengan maksimal. Segala kelezatan makanan dalam acara pesta ini akan kita dapatkan, hingga pada kenyamanan pelayanan yang diberikan panitia pesta. Kita sengaja diberikan pelayanan maksimal supaya kita betah berlama-lama pada acara pesta tersebut. Acara pesta ini menjadi lebih terhormat atas kehadiran orang-orang terhormat.
Sebagai orang terhormat, kita hanya duduk saja menunggu pelayanan, sementara orang lain sibuk melayani. Banyak orang yang senang dan berlomba melayani orang-orang terhormat. Dapat melayani orang terhormat dianggap sebagai suatu berkah. Melayani orang terhormat merupakan idaman banyak orang.
Secara fisik dalam pesta itu, kita dibuat senang dan bahagia. Tidak pernah susah karena selalu dilayani. Kalau kita disuruh memilih antara melayani atau menjadi orang terhormat, tentu kita lebih memilih menjadi orang terhormat yang mendapat pelayanan. Orang terhormat tidak pernah menderita kesusahan.
Di rumah juga kebanyakan anak-anak tidak mau disuruh orang tua untuk membantu atau disuruh membelikan sesuatu ke warung. Anak-anak merasa tersiksa bila disuruh orang tuanya apalagi sedang asyik bermain game.
Bahkan di sekolah pun banyak di antara siswa yang tidak mau menderita. Ketika ulangan, kita berharap bisa mendapat contekan dari teman. Lebih baik lagi bila guru yang akan memberikan ulangan tidak masuk karena sakit. Ulangan itu hanya beban dan penderitaan saja bagi siswa.
Menghafal di rumah sebelum ulangan menjadi derita yang membebani. Sehingga banyak di kalangan siswa mencari jalan pintas karena tidak mau menderita dan bersusah-susah menghafal pelajaran yang akan diulangkan itu. Mereka akan mencari cara bagaimana bisa mencontek punya teman atau setidaknya bisa membuka catatan saat ulangan.
Pada hal kalau saja mereka mau menuruti nasihat gurunya agar belajar sungguh-sungguh di rumah sebelum menghadapi ulangan tentu saja mereka dapat menjawab soal-soal dengan mudah. Tetapi para siswa menganggap menghafal pelajaran menjadi beban. Beban tersebut dirasakan mereka menjadi derita yang menyakitkan.
Bukan hanya di kalangan anak-anak saja yang tidak mau menderita. Di kalangan hamba Tuhan juga saat ini banyak yang tidak mau lagi menderita di dalam pelayanannya. Namanya saja “pelayan atau hamba Tuhan” tetapi mereka lebih suka dilayani jemaat. Para hamba Tuhan ini lebih menyukai mendapatkan beragam fasilitas dan gaji (honor) yang besar.
Sedikit saja kekurangan, misalnya dalam hal perumahan, sudah protes. Bahkan AC yang terganggu di rumah bisa menjadi derita bagi pelayan hamba Tuhan ini. Selain itu juga, tuntutan perlunya dianggarkan dana transport hamba Tuhan, kalau dari uang pribadi mereka tidak akan mau mengunjungi jemaat. Bukan hanya mobil atau alat transportasi yang dipinjamkan atau menjadi inventaris hamba Tuhan ini, malahan hambah Tuhan ini masih menuntut adanya dana servis yang dianggarkan dari dana gereja.
Kalau dipikir-pikir, kebanyakan oknum hamba Tuhan saat ini yang tidak mau lagi hidup menderita sebagai mana yang Tuhan Yesus inginkan. Pada hal menderita secara fisik dan batin karena iman kepada Yesus adalah hadiah yang harus siap kita terima saat kita memutuskan menjadi murid-Nya atau memutuskan menjadi hamba Tuhan. Menderita karena Kristus menjadi kehormatan umat Kristen.
Apalagi kalau kita menyadari bahwa Yesus saja harus memikul penderitaan untuk sampai ke hadapan Bapa di sorga. Yesus tidak merasa menderita dengan segala siksaan dan tuduhan yang ditujukan kepada diri-Nya.
Yesus menerima segala derita itu sebagai suatu kehormatan. Suatu kehormatan bila bisa melayani orang menjadi ajaran yang diberikan-Nya. Yesus tidak pernah diberikan dan meminta fasilitas kesenangan, sementara Bapa-Nya memiliki segala kesenangan itu.
Bahkan kehidupan Tuhan Yesus begitu sakitnya dibandingkan dengan kehidupan raja-raja saat itu. Yesus sengaja memikul derita karena dengan penderitaan itulah, Dia mendapatkan kehormatan yang sesungguhnya. Sedangkan raja-raja yang menghujat-Nya hanya memiliki kehormatan dunia saja.
Sebagai murid-Nya dan sebagai hamba Tuhan, sudah saatnya kita tidak menuntut banyak kesenangan. Sebab sebuah kehormatan bila kita hidup menderita. Bagi murid Yesus, menderita karena Dia adalah suatu kehormatan. Dan inilah yang membentuk pola pikir Yakobus yang berkata, “Saudara-saudaraku, anggaplah suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagi pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun” (Yakobus 1:2-4).
Sebagai anak-anak Tuhan, kita diajari untuk menerima segala penderitaan itu yang akan memunculkan kualitas iman sebagai seorang murid Yesus. Penderitaan itu menjadi sebuah kehormatan sebab hanya lewat penderitaanlah orang mampu bersyukur. Bahwa lewat penderitaan, Tuhan kita Yesus Kristus diberikan tahta Bapak-Nya sebagai pemilik kerajaan sorga. Selamat hari Minggu dan Tuhan memberkati.
Erwin Hartono, S.Pd
(Guru di Yayasan Pendidikan Kristen Kalam Kudus Pekanbaru
dan Anggota Jemaat HKBP Sukajadi)
Matius 10:22 “Dan kamu akan dibenci semua orang oleh karena nama-Ku; tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat.”
Terkadang perbuatan baik tidak selamanya menyenangkan orang lain. Terkadang membantu orang yang menderita tidak selalu mendatangkan keuntungan bahkan hanya akan merugikan diri saja. Ketidaktulusan kita, membuat kita tidak mampu bertahan dalam arus penderitaan dan siksaan hidup.
Banyak orang menginginkan kesenangan dan menjadi terhormat. Hidup terhormat diidentikkan dengan banyak harta dan kemudahan dalam segala hal. Kehormatan bisa membuat hidup kita senang dan bahagia. Jadi orang terhormat menjadi idaman. Jadi orang terhormat membuat segalanya menjadi mudah.
Ketika kita di sebuah acara atau pesta menjadi orang terhormat tentu beragam kesenangan ditawarkan pada kita, mulai dari tempat duduk yang paling depan dan biasanya dibuat terbatas. Kemudian terhidang makanan yang lebih enak dan berkelas dibandingkan di tempat orang yang tidak terhormat.
Selain itu, kita juga dilayani dengan maksimal. Segala kelezatan makanan dalam acara pesta ini akan kita dapatkan, hingga pada kenyamanan pelayanan yang diberikan panitia pesta. Kita sengaja diberikan pelayanan maksimal supaya kita betah berlama-lama pada acara pesta tersebut. Acara pesta ini menjadi lebih terhormat atas kehadiran orang-orang terhormat.
Sebagai orang terhormat, kita hanya duduk saja menunggu pelayanan, sementara orang lain sibuk melayani. Banyak orang yang senang dan berlomba melayani orang-orang terhormat. Dapat melayani orang terhormat dianggap sebagai suatu berkah. Melayani orang terhormat merupakan idaman banyak orang.
Secara fisik dalam pesta itu, kita dibuat senang dan bahagia. Tidak pernah susah karena selalu dilayani. Kalau kita disuruh memilih antara melayani atau menjadi orang terhormat, tentu kita lebih memilih menjadi orang terhormat yang mendapat pelayanan. Orang terhormat tidak pernah menderita kesusahan.
Di rumah juga kebanyakan anak-anak tidak mau disuruh orang tua untuk membantu atau disuruh membelikan sesuatu ke warung. Anak-anak merasa tersiksa bila disuruh orang tuanya apalagi sedang asyik bermain game.
Bahkan di sekolah pun banyak di antara siswa yang tidak mau menderita. Ketika ulangan, kita berharap bisa mendapat contekan dari teman. Lebih baik lagi bila guru yang akan memberikan ulangan tidak masuk karena sakit. Ulangan itu hanya beban dan penderitaan saja bagi siswa.
Menghafal di rumah sebelum ulangan menjadi derita yang membebani. Sehingga banyak di kalangan siswa mencari jalan pintas karena tidak mau menderita dan bersusah-susah menghafal pelajaran yang akan diulangkan itu. Mereka akan mencari cara bagaimana bisa mencontek punya teman atau setidaknya bisa membuka catatan saat ulangan.
Pada hal kalau saja mereka mau menuruti nasihat gurunya agar belajar sungguh-sungguh di rumah sebelum menghadapi ulangan tentu saja mereka dapat menjawab soal-soal dengan mudah. Tetapi para siswa menganggap menghafal pelajaran menjadi beban. Beban tersebut dirasakan mereka menjadi derita yang menyakitkan.
Bukan hanya di kalangan anak-anak saja yang tidak mau menderita. Di kalangan hamba Tuhan juga saat ini banyak yang tidak mau lagi menderita di dalam pelayanannya. Namanya saja “pelayan atau hamba Tuhan” tetapi mereka lebih suka dilayani jemaat. Para hamba Tuhan ini lebih menyukai mendapatkan beragam fasilitas dan gaji (honor) yang besar.
Sedikit saja kekurangan, misalnya dalam hal perumahan, sudah protes. Bahkan AC yang terganggu di rumah bisa menjadi derita bagi pelayan hamba Tuhan ini. Selain itu juga, tuntutan perlunya dianggarkan dana transport hamba Tuhan, kalau dari uang pribadi mereka tidak akan mau mengunjungi jemaat. Bukan hanya mobil atau alat transportasi yang dipinjamkan atau menjadi inventaris hamba Tuhan ini, malahan hambah Tuhan ini masih menuntut adanya dana servis yang dianggarkan dari dana gereja.
Kalau dipikir-pikir, kebanyakan oknum hamba Tuhan saat ini yang tidak mau lagi hidup menderita sebagai mana yang Tuhan Yesus inginkan. Pada hal menderita secara fisik dan batin karena iman kepada Yesus adalah hadiah yang harus siap kita terima saat kita memutuskan menjadi murid-Nya atau memutuskan menjadi hamba Tuhan. Menderita karena Kristus menjadi kehormatan umat Kristen.
Apalagi kalau kita menyadari bahwa Yesus saja harus memikul penderitaan untuk sampai ke hadapan Bapa di sorga. Yesus tidak merasa menderita dengan segala siksaan dan tuduhan yang ditujukan kepada diri-Nya.
Yesus menerima segala derita itu sebagai suatu kehormatan. Suatu kehormatan bila bisa melayani orang menjadi ajaran yang diberikan-Nya. Yesus tidak pernah diberikan dan meminta fasilitas kesenangan, sementara Bapa-Nya memiliki segala kesenangan itu.
Bahkan kehidupan Tuhan Yesus begitu sakitnya dibandingkan dengan kehidupan raja-raja saat itu. Yesus sengaja memikul derita karena dengan penderitaan itulah, Dia mendapatkan kehormatan yang sesungguhnya. Sedangkan raja-raja yang menghujat-Nya hanya memiliki kehormatan dunia saja.
Sebagai murid-Nya dan sebagai hamba Tuhan, sudah saatnya kita tidak menuntut banyak kesenangan. Sebab sebuah kehormatan bila kita hidup menderita. Bagi murid Yesus, menderita karena Dia adalah suatu kehormatan. Dan inilah yang membentuk pola pikir Yakobus yang berkata, “Saudara-saudaraku, anggaplah suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagi pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun” (Yakobus 1:2-4).
Sebagai anak-anak Tuhan, kita diajari untuk menerima segala penderitaan itu yang akan memunculkan kualitas iman sebagai seorang murid Yesus. Penderitaan itu menjadi sebuah kehormatan sebab hanya lewat penderitaanlah orang mampu bersyukur. Bahwa lewat penderitaan, Tuhan kita Yesus Kristus diberikan tahta Bapak-Nya sebagai pemilik kerajaan sorga. Selamat hari Minggu dan Tuhan memberkati.
Erwin Hartono, S.Pd
(Guru di Yayasan Pendidikan Kristen Kalam Kudus Pekanbaru
dan Anggota Jemaat HKBP Sukajadi)
Komentar
Posting Komentar