Oleh: Erwin Hartono
Indonesia disebut menjadi negara fatherless ketiga di dunia. Hal tersebut berarti banyak anak Indonesia yang kekurangan sosok ‘ayah’ dalam hidupnya. Fatherless diartikan sebagai anak yang bertumbuh kembang tanpa kehadiran ayah, atau anak yang mempunyai ayah tapi ayahnya tidak berperan
Mazmur 128:1-5; Nyanyian ziarah. Berbahagialah setiap orang yang takut akan TUHAN, yang hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya! Apabila engkau memakan hasil jerih payah tanganmu, berbahagialah engkau dan baiklah keadaanmu! Isterimu akan menjadi seperti pohon anggur yang subur di dalam rumahmu; anak-anakmu seperti tunas pohon zaitun sekeliling mejamu! Sesungguhnya demikianlah akan diberkati orang laki-laki yang takut akan TUHAN. Kiranya TUHAN memberkati engkau dari Sion, supaya engkau melihat kebahagiaan Yerusalem seumur hidupmu, dan melihat anak-anak dari anak-anakmu! Damai sejahtera atas Israel!
Bagi sebagian besar orang, pemahaman tentang ayah hanya sebatas panggilan orangtua laki-laki saja. Namun yang sebenarnya, seorang ayah mempunyai peran penting dalam kebahagiaan keluarga. Allah memuji Abraham karena teladannya yang baik dan bagaimana ia memimpin keluarganya (Kej. 18:19). Selain bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga, Allah telah memberikan kepada pria suatu peran yang unik dan khusus dalam keluarga. Yaitu, untuk merefleksikan pribadi Yesus Kristus dalam memelihara dan merawat setiap anggota keluarganya. Seperti teladan Kristus yang lemah lembut dan penuh kasih sayang kepada umat-Nya, seorang ayah yang bekerja akan menjadi akar kebahagiaan dalam keluarga. Sungguh suatu kehormatan dan tanggung jawab besar untuk memiliki peran sebagai ayah dan suami.
1 Korintus 11:3 “Tetapi aku mau, supaya kamu mengetahui hal ini, yaitu Kepala dari tiap-tiap laki-laki ialah Kristus, kepala dari perempuan ialah laki-laki dan Kepala dari Kristus ialah Allah.”
Seorang pria sebagai ayah dan kepala rumah tangga mengemban tugas sebagai imam, nabi dan raja. Tuhan telah mempercayakan kepada setiap ayah tanggung jawab untuk mewujudkan pernyataan yang mendasar dari alkitab, yaitu ke-Bapaan. Menjadi ayah yang sejati adalah gambaran yang paling sempurna tentang Allah yang dapat diraih oleh setiap pria, sebagai cerminan Allah di hadapan keluarganya. Seorang ayah harus bertanggung jawab mewakili Kristus dalam keluarganya.
Inilah gambaran tanggung jawab yang besar bagi seorang ayah sebagai imam. Hanya imam yang boleh mempersembahkan korban atas nama keluarganya dengan cara mempersembahkan ucapan syukur, melakukan doa syafaat membuka jalan untuk keselamatan dan menerapkan iman bagi anak-anaknya.
Sebagai imam seorang ayah mewakili keluarganya di hadapan Tuhan, sedangkan sebagai seorang nabi, seorang ayah mewakili Tuhan di hadapan keluarganya. Oleh sebab itu seorang ayah dapat mewakili Tuhan melalui teladan kasihnya. Begitu banyak permasalahan di dunia ini yang akarnya adalah karena tidak adanya kasih bapa (ayah) di dalam keluarga. Seorang ayah juga dapat mewakili Tuhan melalui pengajarannya.
Tugas dan tanggung jawab mengajar anak-anak tidak dapat diserahkan kepada institusi pendidikan ataupun sekolah minggu. Libatkan anak-anak agar juga mengalami pertumbuhan secara rohani, karena takut akan Tuhan adalah kunci agar anak-anak tidak mudah terpengaruh akan hal-hal negatif yang ada di dalam pergaulannya.
Seperti halnya Nuh, seorang ayah harus peka terhadap suara Tuhan dan bahaya yang menghadang keluarganya serta mengambil tindakan yang tepat untuk melindungi keluarganya. Fungsi ayah sebagai raja adalah bertugas untuk mengatur keluarganya atas nama Tuhan. Kata ini mengandung sejumlah pengertian terkait termasuk memerintah, melindungi atau mengatur. Sebagai kepala rumah tangga seorang ayah harus mampu menjalankan otoritas dan membuat anak-anaknya menghormati orang lain, taat dan bisa diatur.
Dengan menggabungkan antara kasih dan disiplin yang seimbang, maka akan menghasilkan anak-anak yang berhasil. Kepemimpinan yang berhasil di rumah adalah dasar dari kepemimpinan di gereja, lingkungan, bangsa dan negara. Pandangan hidup apa yang sedang kita tularkan dalam keluarga? Apakah kita sedang menanamkan cinta pada nilai-nilai kekekalan yang akan mengarahkan keluarga kita menuju kehidupan yang melayani Yesus? Ataukah mengutamakan keberhasilan secara duniawi?
Dalam zaman modern saat ini, banyak keluarga Kristen yang kehilangan fungsi dan perannya. Berbagai kesibukan kerja dan aktivitas yang padat membuat banyak keluarga tidak bisa menikmati kebersamaan satu dengan yang lain. Rumah cuma tempat istirahat setelah melakukan aktivitas dan pekerjaan. Tidak ada altar keluarga, tidak ada acara kumpul bersama untuk saling bicara, makan bersama, nonton bersama, saling sharing. Semuanya sibuk, sibuk dan sibuk. Tetapi itulah realita hidup yang harus kita lihat dan mungkin kita ada di dalam situasi yang seperti itu.
Seorang ayah yang seharusnya menjadi imam, kepala keluarga, suami dan ayah bagi anak-anaknya ternyata tidak punya waktu untuk keluarganya. Seorang ayah karena kesibukannnya, tidak hadir dan berperan dalam mendidik, mengajar, membangun dan mengasihi di dalam keluarganya. Sehingga apa yang terjadi? Banyak anak yang kehilangan figur seorang ayah yang mempengaruhi mereka dalam membangun self image (gambar diri) serta menentukan bagaimana mereka berelasi dengan pria lain. Pada saat mereka tidak menemukan perhatian dan kasih sayang dari ayah mereka, mereka akan mencarinya di luar dan di sana dengan begitu mudah pula mereka akan jatuh dalam pergaulan bebas.
Dalam situasi seperti ini, kita harus kembali kepada Alkitab. Dalam Mazmur 128, kita belajar beberapa hal bagaimana seorang ayah menjalankan perannya dalam keluarga.
1. Seorang ayah harus punya hati yang takut akan Tuhan
Mazmur 128:1 menyatakan bahwa berbahagialah orang yang takut akan Tuhan. Dalam ayat 4, kembali dinyatakan bahwa Tuhan memberkati seorang laki-laki yang takut akan Tuhan. Hal ini menunjukkan bahwa seorang ayah haruslah jadi ayah yang takut akan Tuhan. Ayah yang menjalankan fungsi dan perannya sebagai seorang imam dalam keluarga. Ayah yang mengajarkan anak-anaknya di dalam pengenalan akan Tuhan. Mengajak keluarganya untuk beribadah melalui altar keluarga, membaca alkitab, berdoa bersama. Sehingga anak-anak akan melihat langsung figur seorang ayah yang memberikan teladan iman kepada mereka.
Mengapa banyak orang merokok? Karena ayah mereka juga perokok. Mengapa ada orang peminum? Karena ayah mereka juga seorang peminum. Jadi kita bisa melihat bahwa seorang ayah yang baik adalah ayah yang mendidik hidup anak-anaknya seturut dengan firman Tuhan. Ayah yang dalam seluruh hidupnya, pekerjaannya, aktivitasnya, kasihnya, pengajarannya membawa seluruh keluarganya takut akan Tuhan.
2. Seorang ayah harus menjadi suami yang mengasihi isterinya (Mazmur 128:3a)
Seorang pria harus menjadi seorang suami sekaligus ayah yang bijaksana dalam keluarganya. Efesus 5:25 menuliskan “Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaatNya dan telah menyerahkan diri-Nya baginya”. Sebuah kata bijak mengatakan: “Salah satu hadiah terindah yang dapat diberikan seorang ayah kepada anak-anaknya adalah dengan mengasihi ibunya”. Saat seorang ayah mengasihi isterinya, maka ia sudah memberikan teladan kasih kepada anak-anaknya bagaimana mereka bersikap hormat kepada ibu mereka, teman lawan jenis mereka dan pasangan hidup mereka kelak.
3. Seorang ayah harus menjadi ayah yang bijaksana bagi anak-anaknya.
Lalu bagaimana menjadi ayah yang bijaksana
Ayah yang selalu konsisten
Seorang ayah berjanji pada anaknya untuk berjalan-jalan dan pergi makan bersama pada hari ulang tahunnya yang ke-11. Anaknya begitu gembira dan mulai menghitung hari, namun menjelang hari ulang tahunnya, sang ayah menerima undangan untuk menghadiri sebuah seminar penting di luar kota tepat pada hari ulang tahun anaknya. Ia akan menerima Rp 25 juta untuk menjadi pembicara selama 1 jam. Seminar ini begitu penting bagi karirnya dan akan dihadiri oleh orang-orang penting juga. Ia mencoba berbicara dan bernegosiasi dengan anaknya untuk membatalkan rencana jalan-jalan bersama dan menawarkan Rp 25 juta kepada anaknya. Apa jawab sang anak? Setelah berpikir sejenak, sang anak menjawab, "tidak” Anak tersebut menolak uang Rp 25 juta dan lebih memilih untuk menghabiskan waktu bersama-sama dengan ayahnya. Inilah contoh cerita betapa pentingnya waktu dan kehadiran seorang ayah dalam hidup anak-anaknya.
Ayah yang bijaksana akan mengenal secara mendalam karakter anak-anaknya
Setiap anak mempunyai karakter yang berbeda-beda satu dengan yang lain. Untuk itu seorang ayah harus mengenal anaknya, masuk ke dalam jiwa mereka. Mengenal setiap kebutuhan mereka, kekuatiran mereka, apa yang sedang dialami, perasaan mereka dan cara berpikir mereka. Hal itu akan membangun hubungan ayah dengan anaknya secara lebih mendalam.
Kiranya Tuhan menolong setiap kita para ayah untuk menjalankan perannya sebagai ayah yang takut akan Tuhan, mengasihi istrinya dan ayah yang bijaksana bagi anak-anaknya. Tuhan memberkati.*
Komentar
Posting Komentar