Sempena Minggu Advent Ketiga
‘Kasih’ Mother Teresa
Yohanes 3:16 “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.”
Mother Teresa memenangkan hadiah Nobel karena pengabdian hidupnya kepada orang-orang miskin dan terlantar. Dia tidak pernah berpikir dan berharap hadiah Nobel tersebut. Tidak ada motivasinya untuk mendapatkan pujian bahkan hadiah yang cukup bergengsi itu.
Mother Teresa, seorang yang polos yang hanya bermodal kasih dan ketulusan hati. Ketulusan hatinya itulah yang membuatnya terkenal sebagai seorang pengabdi pada orang-orang miskin dan terlantar. Pada hal kalau dipikir untuk saat ini perbuatan yang dilakukan Mother Teresa adalah perbuatan yang tak masuk akal, perbuatan yang merugikan, tidak bermanfaat dan tidak mendatangkan kekayaan.
Saat ini, banyak manusia berpikir lebih baik melayani orang-orang kaya, orang-orang yang mempunyai kedudukan karena dengan pelayanan dan perbuatan baik kita itu setidaknya si orang kaya akan membantu atau memberikan kita penghargaan atau hadiah. Inilah yang disebut melayani dengan mengharapkan imbalan seperti pelayan di restoran atau hotel.
Lihatlah pelayan-pelayan gereja saat ini, banyak oknum hamba Tuhan yang lebih setia melayani orang-orang kaya, pejabat dan yang memiliki kedudukan serta banyak uang. Mereka rela melayani orang-orang berduit itu. Mereka diberi tempat terhormat di dalam gedung gereja. Mereka dijamu dengan baik. Para oknum hamba Tuhan di gereja ini memberikan perhatian bagi pengusaha yang menjadi penyandang dana pada kegiatan Natal.
Sementara si jemaat miskin dipandang sebelah mata. Mereka tidak menjadi perhatian di gereja. Mereka hanya merugikan saja kalau datang ke ibadah Natal. Belum lagi perjamuan makan bersama di dalam memeriahkan hari Natal, mereka (jemaat miskin) hanya diberi nasi bungkus, sementara pengusaha, pejabat dan orang-orang berduit dilayani dengan prasmanan dan serba mewah. Bahkan pembicara atau pengkhotbah (pendeta) yang khusus didatangkan dari Jakarta atau luar negeri dibawa makan ke restoran berbintang pada acara jamuan makan tersebut.
Pejabat atau orang-orang kaya ini dijamu spesial, sebab merekalah penyandang dana dalam perayaan Natal ini. Apakah si orang kaya yang memiliki banyak uang itu di dalam memberikan sumbangan pada perayaan Natal ini juga mengharapkan penghargaan dan penghormatan seperti itu? Apakah mereka menyumbangkan uangnya untuk kegiatan ini karena dimotivasi oleh sebuah kehormatan dan supaya orang-orang bisa melihat bahwa karena peran dan keberadaannyalah maka perayaan Natal ini bisa berlangsung dengan meriah?
Lalu ke mana nasib si jemaat miskin dalam perayaan Natal ini? Sesungguhnya, mereka tetap menjadi umat Tuhan. Mereka menjadi tamu terhormat Tuhan, sama dengan si orang kaya. Tuhan tetap melayani si orang miskin sama dengan yang dilakukannya dengan si orang kaya. Tuhan tidak pernah memandang umat manusia dari segi kedudukannya. Semuanya di mata Tuhan adalah sama.
Tidak ada ukuran yang dibuat bagi mereka yang memiliki uang untuk menyumbangkan uangnya pada perayaan Natal. Timbangan Tuhan tidak diukur dari sumabangan (materi) yang diberikan si orang kaya itu, tetapi ketulusan hati yang dicontohkan Mother Teresalah yang bisa kita pertimbangkan dalam pelayanan kasih.
Mother Teresa tidak pernah melayani orang kaya. Dia tidak seorang yang suka mencari muka di tengah-tengah orang kaya. Pekerjaannya sungguh di luar pikiran manusia. Dia rela melayani orang-orang miskin dan gelandangan. Tidak karena kedudukan sehingga Mother Teresa membantu orang itu.
Kasih yang tulus yang diberikan Mother Teresa menjadi teladan yang ditunjukkan manusia. Kalau orang kaya memberikan sumbangan dana itu hal biasa di dunia ini. Kalau orang kaya mendapatkan layanan baik di semua sektor kehidupan termasuk di dalam gereja, itu sudah jadi rahasia umum.
Tetapi Mother Teresa menyerahkan hidupnya melayani orang-orang miskin dan terlantar. Kalau dipikirkan sebenarnya perbuatan Mother Teresa ini adalah konyol. Perbuatan yang dilakukannya tidak bisa membuatnya menjadi kaya.
Mother Teresa hanya memiliki hati dan kasih, tidak pernah mengharapkan penghargaan yang akan diberikan dunia kepadanya. Dia melakukannya dengan tulus hati. Penghargaan dunia yang diterimanya tidak membuatnya bangga. Sebab bagi Mother Teresa yang terbiasa memberi pelayanan kasih, penghargaan dunia itu hanyalah bersifat seremonial.
Mother Teresa sesungguhnya melayani orang-orang miskin dan anak-anak terlantar itu tidak lain adalah misi Tuhan. Lewat ketulusan Mother Teresa sesungguhnya kita diajari bagaimana mengasihi sesama manusia itu. Bagaimana seseorang yang tidak mempunyai banyak uang dan harta bisa membantu orang lain. Sebab sudah jelas tertulis, bukan karena banyaknya, kita memberi kepada orang lain tetapi dengan ketulusan hati.
Bukan menunggu kita jadi orang kaya dulu supaya kita bisa memberi dan membantu orang lain yang kesusahan. Kalau itu yang dilakukan Mother Teresa, jangan-jangan sampai akhir hidupnya, dia belum juga melakukan pelayanan kasih tersebut. Jangan-jangan dia belum sempat membantu orang-orang miskin dan anak terlantar sudah dipanggil Tuhan.
Lewat perayaan Natal yang akan kita peringati ini sudah jelas, bahwa kasih menjadikan hidup ini bermakna. Bagaimana kita bisa mengasihi sementara di dalam hati kita banyak kalkulator yang menjadi rambu-rambunya. Hitung-hitungan dan terlalu perhitungan membuat kita menjadi semakin jauh dari kasih yang sesungguhnya yang diperlihatkan Tuhan kita.
Kalau saja Tuhan tidak kasih kepada manusia ciptaan-Nya, Dia tidak mengutus anak-Nya yang tunggal ke tengah-tengah umat manusia. Sebab kasih-Nya jugalah yang akan meyelamatkan kita kelak. Lewat anak-Nya, berupa bayi Yesus, isi dunia ini menjadi selamat. Kasih telah menyelamatkan isi dunia ini. Kasih telah memberikan kehidupan pada manusia.
Sekarang sebagai anak-anak Tuhan, apakah kita masih banyak pertimbangan dalam memberi. Apakah kita masih dihantui rasa kerugian bila membantu orang lain dan saudara-saudara kita yang kekurangan. Hanya lewat kasihlah kita sesungguhnya bisa melihat keagungan Tuhan. Hanya lewat kasihlah, kita bisa merayakan Natal yang bermakna bagi orang banyak. Selamat Minggu Advent ketiga, Tuhan memberkati. ***
Erwin Hartono, S.Pd
(Guru di Yayasan Pendidikan Kristen Kalam Kudus Pekanbaru
dan Anggota Jemaat HKBP Sukajadi)
Komentar
Posting Komentar